Bismillah.
Reuni Bagian 4
Aku mencoba mencari teman-temanku.
Dimana mereka kira-kira?
Seorang pelayan berhijab menghampiri ku.
"Assalamualaikum, Ibu Fira?" Tanyanya.
"Waalaikum salam, iya mbak." Jawabku.
"Oh, teman-teman ibu sudah menunggu, mari saya antar." Kata pelayan tersebut.
"Terima kasih." Jawabku sambil tersenyum.
Pelayan tersebut mengantarku menuju lantai dua kafe tersebut.
"Rame ya mbak, ada acara ya?" Tanyaku.
"Iya mbak, lagi acara makan-makan dengan anak-anak yatim. Anak-anak yang berkeliaran ini dari panti asuhan bu. Kafe ini sudah di booking untuk acara ini." Kata pelayan tersebut menjelaskan.
"Eh, tunggu di booking satu kafe?" Tanyaku kaget.
"Iya bu, itu teman-teman ibu." Pelayan tersebut menunjukkan sebuah meja di sudut.
Aku melihat Rara, sedang asyik berbincang dengan, oh tunggu..dia Jihan, aku mengenal wajahnya, walupun sudah hampir sepuluh tahun kami tak bertemu.
Masha Allah Jihan sekarang telah berhijab, dia tetap cantik seperti dulu. Ah, mungkinkah dia Mitha yang duduk di samping Rara, Masha Allah, Mithapun telah berhijab, hijabnyapun panjang menutupi dada. Masha Allah teman-temanku.
Jihan pun melihat ke arahku, senyumnya merekah.
"Firaaa!" Jihan berdiri, berjalan memelukku.
Sontak, Rara dan Mintha berbalik ke arahku.
"Long time not see" seru Jihan memelukku, erat.
"Apa kabar? Aku rindu sekalii." Jihan masih memelukku.
"Alhamdulillah, baik. Kamu apa kabar Jihan?" Jawabku seraya menahan tangis.
"Alhamdulillah." Jawab Jihan seraya melepas pelukannya, terlihat matanya yang basah.
Tanpa sadar mataku mulai berair.
"Assalamualaikum, Fira." Mitha mendekatiku lalu, memelukku.
"Waalaikum salam, Mitha." Jawabku sambil membalas pelukannya.
"Masha Allah, Fira kamu sama sekali nggak berubah, masih keliahatan kalem." Kata Mitha melepas pelukannya, memandangku.
Aku tersenyum.
"Nggak ada yang mau meluk aku juga?" Sahut Rara yang berdiri memandang kami.
"Udah kali tadi." Kata Mitha.
"Rara tambah cerewet ya."
Aku dan Jihan tertawa tanda mengiyakan perkataan Mitha.
"Yuk duduk, Fira." Aja Jihan.
Kami pun duduk, berempat. Ku pandang wajah sahabatku satu-satu, tak ada yang berubah.
"Wih, Fira bawa kado nih, Asyik." Seru Rara melihat kado yang ku bawa.
"Buat aku ada juga kan ya?" Tanya Rara.
"Nggak ada dong kan, kalian berdua udah sering ketemu. Ya kan Fir?" Jawab Mitha berusaha menggoda Rara.
"Tapi aku nggak pernah di kasih kado tuh." Kata Rara, mencoba membuat raut wajah kecewa.
Aku hanya tersenyum.
"Tuh kan, Fira nggak ada yang berubah masih kalem aja." Kata Mitha.
"Fira, apa kabar? Rindu banget nih, susah banget dapat info kamu, kamu udah nikah kan? Anaknya ada berapa? Kamu baca email ku kan? Rindu nih aku." Tanya Jihan dia terlihat begitu bersemangat.
"Satu-satu dong, Jihan sayang. Suami bulemu kenapa nggak di bawa? Kitakan mau kenalan, ya kan Fir?" Rara menimpali.
"Eh, kalian enak ya, satu kota berdua, aku, jauh. Eh, tapi kalian berdua jahat nggak cari-cari aku." Mitha pun ikut dalam obrolan.
"Iya ya, kok kita nggak saling cari ya?" Kata Mitha.
"Soalnya kita sama-sama nunggu di cari, jadi nggak ada yang mencari." Jelas Mitha.
Benar juga, kami semua hanya menuggu untuk di hubungi, tapi tak mencoba mencari atau menghubungi duluan. Akhirnya seperti ini, hilang kontak hampir sepuluh tahun.
Tak terasa obrolan terus berjalan.
Tunggu, sepertinya aku melupakan sesuatu. Dian, kemana Dian?
"Eh, tunggu Dian mana ya, ko dari tadi nggak kelihatan?"
"Ah, kamu nggak ketemu dia di bawah?" Tanya Rara.
"Nggak, aku nggak liat." Jawabku.
"Ya udah, kita turun yuk. Kita kelamaan ngobrol, acara udah mau di mulai." Ajak Mitha.
"Acara apa?" Tanyaku bingung.
"Udah ayok turun yuk." Ajak Jihan.
Kamipun turun, terlihat beberapa anak kecil yang sedang menikmati makanannya, bersenda gurau.
"Dian!" Seru Rara.
Dian, mana? Aku tak melihatnya.
Seseorang wanita bercadar menghampiri kami, lewat matanya aku bisa melihat dia tersenyum.
Tunggu aku, seperti mengenal mata itu. Dian?
"Assalamualaikum, wah Fira sudah datang ya? Tadi aku lihat dia di depan pintu, jadi aku menyuruh salah satu pelayan untuk mengantar Fira ketempat kalian." Kata Dian menjelaskan.
"Dian?" Tanyaku masih tidak percaya.
Jika kalian mengenal Dian, kalian tidak akan percaya melihat penampilannya sekarang ini. Dian yang mungkin murid paling cantik di sekolahku, murid paling populer, memiliki pergaulan yang sedikit bebas.
"Tau nggak Fir, ternya Dian habis kuliah kembali lagi ke sini. Tapi kita nggak tau, mungkin sekitar tiga tahun yang lalu, iya kan Dian?" Rara membuka pembicaraan.
"Dan Masha Allah, Allah kasih hidayah sama aku Fir." Lanjut Dian.
"Ceritanya panjang, nanti aku ceritakan yah. Udah pada makan belum?" Tanya Dian.
"Ini baru mau." Jawab Rara.
Kami tertawa mendengar jawaban Rara.
Setelah selesai shalat magrib, acara makan bersama anak yatim yang ternyata diadakan oleh Dian telah selesai.
Sebelum itu kami menyempatkan mengobrol sedikit, berbagi pengalaman. Dian yang mendapat hidayah setelah masa sulitnya, Jihan yang mendapat hidayah memakai hijab di negara non-muslim, Mitha yang mendapat hidayah karena suaminya.
Masha Allah, aku terkagum bagaimana cara Allah Subhana wa Ta'ala memberikan petunjuk bagi kami semua, yang di masa SMA nya begitu jauh dari agama. Aku terharu, betapa Allah Maha Membolak-balikkan hati.
Ya, awalnya reuni ini hanya sekedar reuni biasa, tapi ternyata memberikan banyak pelajaran buatku, buat kami semua, cerita-cerita yang menginspirasi.
SELESAI
Terima kasih buat teman-teman yang sempat membaca. Mohon maaf masih banyak kurangnya, feelnya masih kurang, ceritanya masih kurang. Tapi semoga bermanfaat 😊
Posting Komentar